Selasa, 07 Agustus 2012

Model Pembelajaran STAD

STAD merupakan metode yang dikembangkan Slavin yang melibatkan “kompetisi” antar kelompok. Siswa di kelompokkan berdasarkan kemampuan, gender, ras dan etnis. Pertama-tama siswa mempelajari materi bersama dengan teman kelompoknya, kemudian mereka diuji secara individual melalui kuis (Huda, 2011: 116). Model pembelajaran yang di rancang menjadi kelompok-kelompok secara heterogen atau tidak memandang status apapun dan saling berkompetisi yang kemudian diuji secara individu.
Model pembelajaran STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang mengacu pada belajar kelompok siswa dengan jumlah anggota yang terdiri dari empat sampai lima orang (Hamdani, 201:35). STAD salah satu model pembelajaran kooperatif yang ditandai dengan pembentukan kelompok, dan akhir pembelajaran diadakan kuis individu serta terdapat penghargaan bagi tim atau kelompok siswa terbaik.
STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, terdiri atas lima komponen utama yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individu dan rekognisi tim (Slavin, 2005:143). Model pembelajaran yang memiliki lima komponen dalam desain pembelajarannya diantaranya presentasi kelas, tim, kuis, skor kemampuan individu dan penghargaan tim yang semuanya harus terpenuhi saat pembelajaran.
Jadi STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang desain pembelajarannya siswa dibentuk dalam beberapa kelompok secara heterogen untuk mendiskusikan materi yang diberikan kemudian siswa dikenakan tes secara individu dan pada akhir pembelajaran terdapat penghargaan bagi tim atau kelompok siswa terbaik.
STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu persentasi kelas, kerja tim, kuis, skor perbaikan individu, dan penghargaan.
a.    Presentasi Kelas
Bahan ajar dalam STAD mula-mula diperkenalkan melalui presentasi kelas oleh guru. Presentasi kelas harus jelas-jelas memfokuskan pada unit STAD tersebut. Dengan cara ini siswa menyadari bahwa mereka harus sungguh-sungguh memperhatikan untuk membantu mengerjakan kuis dengan baik dan skor kuis mereka menentukan skor timnya.
b.    Kerja Tim
Tim terdiri dari empat sampai lima orang siswa yang memiliki heterogenitas kelas dalam kinerja akademik. Fungsi utama tim adalah menyiapkan anggotanya agar berhasil menghadapi kuis. Setelah guru mempresentasikan materi ajar, tim tim tersebut berkumpul untuk mendiskusikan Lembar kerja siswa.
c.    Kuis
Setelah sampai dua periode presentasi guru dan kerja tim, siswa akan dikenai kuis individu. Siswa tidak dibenarkan untuk saling bekerjasama selama kuis berlangsung.
d.   Skor perkembangan individu
Setiap siswa dapat menyumbang poin maksimum kepada timnya dalam sistem pensekoran. Setiap siswa diberikan sebuah skor dasar, yang dihitung dari kinerja rata-rata pada kuis serupa sebelumnya. Kemudian siswa memperoleh poin untuk timnya didasarkan pada berapa banyak skor kuis yang melampaui skor dasar mereka.
e.    Penghargaan tim
Tim akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk sertifikat atau dalam bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
Fase-fase pembelajara kooperatif tipe STAD:
Fase 1: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memberikan motivasi  kepada siswa sesuai materi yang disampaikan.
Fase 2: Menyajikan / menyampaikan informasi
Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemontrasikan atau lewat bahan bacaan.
Fase 3: Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar.
Menjelaskan kepada siswa bagai mana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi yang efisien.
Fase 4: Membimbing kelompok kerja atau kelompok belajar.
Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5: Evaluasi
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6: Memberikan penghargaan
Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

Model Pembelajaran Think-Pair-Share


Metode Think-Pair-Share adalah metode pembelajaran kooperatif yang berisi suatu struktur yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik.
Metode Think-Pair-Share memberi waktu kepada para siswa untuk berfikir dan merespon serta saling membantu siswa lain. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca tugas. Selanjutnya, guru meminta para siswa untuk menyadari lebih serius mengenai yang telah dijelaskan oleh guru atau yang telah dibaca. Guru lebih memilih metode Think-pair-share dari pada metode tanya jawab untuk kelompok secara keseluruhan.
A.    Karakteristik Model Pembelajaran Think-pair-share
1.      Langkah-langkah metode pembelajaran Think-Pair-Share sebagai berikut:
a)      Langkah 1 Berpikir (thinking) :
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berkaitan dengan pelajaran dan siswa diberi waktu untuk berfikir sendiri mengenai jawaban atau ide tersebut.
b)      Langkah 2 Berpasangan (pairing) :
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan jawaban atau ide yang telah mereka peroleh.
c)      Langkah 3 Berbagi (sharing) :
Pada langkah akhir ini, Guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai yang telah mereka bicarakan. Langkah ini akan lebih efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh pasangan untuk melapor.(Richard, 2007 : 15)
2.      Sistem sosial
Guru meminta siswa berpasangan untuk berbagi atau bekerjasama, kemudian meminta mereka membicarakan dengan kelas secara keseluruhan mengenai yang telah didiskusikan. Langkah ini akan lebih efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh pasangan untuk melapor. Anak didik yang bergairah belajar seseorang diri akan semakin bergairah bila dilibatkan dalam kerja kelompok. Tugas yang berat dikerjakan seorang diri akan menjadi mudah bila dikerjakan bersama. Anak didik yang egois akan menyadari pentingnya kehidupan bersama dalam hal tertentu. Dan anak didik untuk terbiasa menghargai pendapat orang lain dari belajar bersama yaitu anak didik yang belum mengerti penjelasan guru akan menjadi mengerti dari hasil penjelasan dan diskusi mereka dalam kelompok. Dalam kasus-kasus tertentu penjelasan anak didik lebih efektif dimengerti dari pada penjelasan dari guru.
3.      Prinsip reaksi
Melalui pembelajaran kooperatif dapat tumbuh rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egoisme dalam diri mereka masing – masing, sehingga terbina sikap kesetiawanan sosial di kelas. Mereka sadar bahwa hidup ini saling ketergantungan. Tidak ada makluk hidup yang terus menerus berdiri sendiri tanpa keterlibatan mahkluk lain. Anak didik yang dibiasakan hidup bersama, bekerja sama dalam kelompok akan menyadari bahwa dirinya memiliki kekurangan dan kelebihan. Yang mempunyai kelebihan dengan ikhlas mau mambantu yang kekurangan. Sebaliknya yang kekurangan dengan rela hati mau belajar dari yang mempunyai kelebihan, tanpa ada rasa minder. Persaingan yang positif pun terjadi di kelas dalam rangka untuk mencapai prestasi belajar yang optimal. Dan hasil yang optimal akan diperoleh jika para siswa yang tergabung dalam kelompok saling membantu dan memotivasi. Kondisi ini akan tercipta dari suasana saling memiliki, saling menerima, saling membantu dan saling memperhatikan satu sama lain
4.      Sistem pendukung
Sistem pendukung adalah sistem tertentu yang digunakan untuk menunjang keberasilan pelaksanaan suatu model. Maka dalam kelompok kami ini menggunakan sistem pendukung media Power point.
5.      Dampak Intraksional dan Pendukung
Dampak Intraksional Model Pembelajaran TPS :
·         Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas
·         Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
·         Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar
·         Perilaku menggagu menjadi lebih kecil
·         Konflik antar pribadi berkurang
·         Pemahaman yang lebih mendalam
·         Motivasi akan lebih besar
·         Hasil belajar akan lebih tinggi
·         Meningkatkan kebaikan budi
B.     Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran TPS
1.      Kelebihan model pembelajaran TPS :
·         Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial
·         Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok
·         Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil
·         Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok
·         Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat
·         Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois
·         Meningkatkan kesedian menggunakan ide orang lain yang dirasa lebih baik
·         Meningkatkan motivasi dan hasil belajar
2.      Kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe TPS :
·         Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas.
·         Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas. Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.

Model Pembelajaran Kooperatif


1.      Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda dengan yang lain. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota saling bekerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Siswa yang bekerja dalam pembelajaran kooperatif didorong diri atau dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama, dan mereka harus mengkoordinasi usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Untuk mencapai hasil yang maksimum, lima unsur model pembelajaran kooperatif harus diterapkan, yaitu :
a)      Saling Ketergantungan Positif
Keberhasilan suatu kelompok sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Semua anggota kelompok bekerja demi tercapainya suatu tujuan yang sama.
b)      Tanggung Jawab Perseorangan
Uasaha ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan  yang terbaik.
c)      Tatap Muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan ini akan memberikan para peserta didik untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran bersama akan lebih kaya dari pada hasil pemikiran  satu kepala saja.
d)     Komunikasi
Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara, keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
e)      Evaluasi Proses Kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran kooperatif. menurut Roger dan Jhonson ( dalam Lie : 2000 )

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)




Berdasarkan surat Dirjendikdasmen No.1321/c4/MN/2004 tentang Pengkajian Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM)) atau Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Kurikulum 2004 dan sesuai dengan pelaksanaan Standar Isi, yang menyangkut masalah Standar Kopetensi (SK) dan Kopetensi dasar (KD), maka sesuai dengan petunjuk dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tahun 2006, maka dipandang perlu setiap sekolah-sekolah untuk menentukan Standar Ketuntasan Minimal (KKM)-nya masing-masing sesuai dengan keadaan sekolah dimana sekolah itu berada. Artinya antara sekolah A dengan sekolah B bisa KKM-nya berbeda satu sama lainnya.
Dalam penetapam KKM ini masih ada beberapa sekolah atau guru bidang study yang belum memahaminya. Akibatnya beberapa diantara guru mengalami kesulitan untuk menetapkam KKM pada Laporan Hasil Belajar Siswa (LHBS) atau dulu kita kenal dengan Rapor. Sesuai dengan petunjuk yang ditetapkan oleh BSNP maka ada beberapa rambu-rambu yang harus diamati sebelum ditetapkan KKM di sekolah. Adapun rambu-rambu yang dimaksud adalah :
1.      KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran.
2.      KKM ditetapkan oleh forum MGMP sekolah.
3.      KKM dinyatakan dalam bentuk prosentasi berkisar antara 0-100, atau rentang nilai yang sudah ditetapkan.
4.      Kreteria ditetapkan untuk masing-masing indikator idealnya berkisar 75 %
5.      Sekolah dapat menetapkan KKM dibawah kreterian ideal ( sesuai kondisi sekolah)
6.      Dalam menentukan KKM haruslah dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas indikator, serta kemampuan sumber daya pendudkung.
7.      KKM dapat dicantumkan dalam LHBS sesuai model yang ditetapkan atau dipilih sekolah.
Dari berbagai rambu-rambu yang ada itu, selanjutnya melalui kegiatan Musyawarah Guru Bidang Study (MGMP) maka akan dapat diperoleh berapa KKM dari masing-masing bidang study. Ada beberapa kreteria penetapan KKM yang dapat dilaksanakan, diantaranya :
1.      Kompleksitas indikator ( kesulitan dan kerumitan)
2.      Daya dukung ( sarana dan prasarana yang ada, kemampuan guru, lingkungan, dan juga masalah biaya)
3.      Intake siswa ( masukan kemampuan siswa )
Kemudian dalam menafsirkan KKM dapat pula dilakukan dengan beberapa cara, dainataranya :
A.    Dengan cara memberikan point pada setiap kreteria yang ditetapkan (dalam bentuk %):
1.      Kompleksitas: ( tingkat kesulitan / kerumitan )
·         Kompleksitas tinggi pointnya = 1
·         Kompleksitas sedang pointnya = 2
·         Kompleksitas rendah poinya = 3
2.      Daya dukung : ( Sarana/ prasarana, kemampuan guru, lingkungan dan biaya)
·         Daya dukung tinggi pointnya = 3
·         Daya dukung sedang pointnya = 2
·         Daya dukung rendah pointnya = 1
3.      Intake Siswa : ( masukan kemampuan siswa)
·         Intake siswa tinggi pointnya = 3
·         Intake siswa sedang pointnya = 2
·         Intake siswa rendah poinnya = 1
Contoh :
Jika indikator memiliki kreteria sebagai berikut:
Kompleksitas rendah =3, daya dukung tinggi =3, intake siswa sedang = 2, maka KKM-nya adalah(3 + 3 + 2)x100=88,89%
B.     Dengan menggunakan rentang nilai pada setiap kreteria, yakni :
1.      Kompleksitas: ( tingkat kesulitan / kerumitan )
·         Kompleksitas tinggi rentang nilainya = 50-64
·         Kompleksitas sedang rentang nilainya = 65-80
·         Kompleksitas rendah rentang nilainya = 81-100
2.      Daya dukung : ( Sarana/ prasarana, kemampuan guru, lingkungan dan biaya)
·         Daya dukung tinggi rentang nilainya = 81-100
·         Daya dukung sedang rentang nilainya = 65-80
·         Daya dukung rendah rentang nilainya = 50-64
3.      Intake Siswa : ( masukan kemampuan siswa)
·         Intake siswa tinggi rentang nilainya = 81-100
·         Intake siswa sedang rentang nilainya = 65-80
·         Intake siswa rendah rentang nilainya = 50-64
Jika indikatyor memiliki Kreteria sebagai berikut: kompleksitas sedang, daya dukung tinggi, dan intake sedang, maka KKM-nya adalah rata-rata setiap unsur dari kreteria yang telah kita tentukan. ( Dalam menentukan rentang nilai dan menentuikan nilai dari setiap kreteria perlu kesepakatan dalam forum MGMP).
Contoh:
Kompleksitas sedang =75, daya dukung tinggi= 90, intake sedang = 70 maka KKM-nya adalah ( 75 + 90 +70) = 78,33
C.     Dengan cara memberikan pertimbangan profesional judgment pada setiap kreteria untuk menetapkan nilai :
1.      Kompleksitas: ( tingkat kesulitan / kerumitan )
·         Kompleksitas tinggi
·         Kompleksitas sedang
·         Kompleksitas rendah
2.      Daya dukung : ( Sarana/ prasarana, kemampuan guru, lingkungan dan biaya)
·         Daya dukung tinggi
·         Daya dukung sedang
·         Daya dukung rendah
3.      Intake Siswa : ( masukan kemampuan siswa)
·         Intake siswa tinggi
·         Intake siswa sedang
·         Intake siswa rendah
Contoh :
Jika indikator memiliki kreteria sebagai berikut : kompleksitas rendah, daya dukung tinggi dan intake siswa sedang, maka dapat dikatakan bahwa dari ketiga komponen diatas hanya satu komponen saja yang mempengaruhi untuk mencapai ketuntasan masimal 100 yaitu intake (sedang). Jadi dalam hal ini guru dapat menetapkan kreteria ketuntasan antara 90-80. ( Pedoman penetapa KKM dar BSNP, 20006)
Dalam menafsirkan KKM sebelumnya kita harus mengetahui bagaimana tingkatan-tingkatan dari komponen seperti kompleksitas, daya dukung, dan intake. Hal ini dimaksudkan agar guru bidang study melalui MGMP atau pihak sekolah jangan sampai salah dalam menetapkan KKM, karana bila salah dalam menentukan KKM akan sangat merugikan pada siswa.
Karena sesuai dengan peraturan apabila sampai mata pelajaran diperoleh anak berada dibawah KKM ( tidak tuntas ), maka anak tersebut tidak memenuhi syarat untuk naik kelas, bila samapi minimimal tiga mata pelajaran yang tidak tuntas. Artinya kompetensi dasar yang diharapkan pada siswa tersebut tidak tercapai. Untuk komponen kompleksitas misalnya, kapan kompleksitas ( kesulitan/ kerumitan) itu dikatakan Tingkat Kompleksitas Tinggi ? yakni bila dalam pelaksanaannya menuntut Sumber Daya Manusia (SDM), termasuk didalamnya memahami kopetensi yang harus dicapai oleh siswa, kreatif dan inofatif dalam melaksanakan pembelajaran. Kemudian waktu, diantaranya waktunya cukup lama, karena perlu penguilangan. Serta Penalaran dan Kecermatan siswa yang tinggi.
Sedangkan Kemampuan Sumber Daya pendukung, yaitu tenaga pengajar yang memadai(sesuai dengan latar belakang keahliannya), sarana dan prasarana pendukung dalam bidang pendidikan, biaya manajemen, komite sekolah dan stakeholders sekolah.
Terakhir Intake ( tingkat kemampuan rata-rata siswa), untuk memperoleh gambaran intake ini kita bisa melihat dari berbagai cara, diantaranya dari hasil seleksi penerimaan siswa baru, dari hasil raport kelas terakhir dari tahun sebelumnya, dari tes seleksi masuk atau psikotes, dan juga bisa dari ujian nasional pada jenjang sebelumnya.
Setelah KKM diperoleh, maka selanjutnya KKM itu dimasukkan pada Laporan Hasil Belajar Siswa. Dari KKM inilah kita nantinya akan dapat mengetahui apakah siswa tuntas atau tidak tuntas dalam pencapaian Kompetensi Dasar serta indikator yang diharapkan. Kalau nilai yang diperoleh siswa berada dibawah KKM maka diartikan bahwa siswa itu belum tuntas, dan begitu juga sebaliknya bila nilai siswa berada diatas KKM maka siswa tersebut dinyatakan tuntas dalam pencapaian kompetensi dasar serta indikator-indikator yang dilaksanakan oleh guru.Untuk itu, sebelum melaksanakan penilaian maka terlebih dahulu harus ditetapkan KKM (Kreteria Ketuntasan Minimal ) terlebih dahulu.